IntiSari9 - Semangat hidup dan pantang menyerah membuat kehidupan seorang polisi wanita (Polwan) bernama Putri Tanti Rahayu (20), patut dijadikan teladan.
Polwan berpangkat Bripda ini, menjadi cermin bahwa pangkat maupun profesi tidak dinilai dengan materi.
Siang itu, terik matahari menyengat tubuh sejumlah polisi yang bertandang ke sebuah rumah berdinding gedek (anyaman bambu) dan masih berlantai tanah di Dusun Dilem RT 12 RW 3, Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.
Rumah sederhana itu ternyata milik keluarga Bripda Putri yang sehari-hari bekerja di staf bagian perencanaan Polres Magelang.
Putri, panggilan akrab polwan tersebut, hidup dengan sederhana dan kurang layak dibandingkan dengan rekan-rekan seprofesinya.
Ayah Putri, Tobi’i (48) bekerja sebagai buruh batu bata dengan penghasilan tidak menentu. Sementara, ibunya, Mulyanti (45), bekerja sebagai buruh pabrik di Kabupaten Semarang.
Dengan latar belakang kehidupan yang serba sulit itu, Putri mampu menembus ketatnya persaingan masuk menjadi anggota Korps Bhayangkara ini.
Tentu saja, ada rasa takut, minder dan juga cemas akan biaya tinggi di awalnya.
“Saya tidak menyangka, jika diterima sebagai polisi. Saat itu, meski dalam kondisi serba kekurangan, ibu saya terus mendorong agar saya bisa terus semangat ikut tes masuk menjadi polwan,” kenang Putri kepada Tribun Jogja, Rabu (20/4).
Alumni Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Satyapratama Salaman ini, awalnya hanya bercita-cita sebagai buruh pabrik di PT Sanyo, Cimanggis.
Dia juga memiliki tekad, saat merantau di luar Jawa Tengah, bisa sembari meneruskan kuliah.
Kakak sulung dari Dea Tanti Safitri (15), Aqsal Adi Wasiqo (13), Udini Istantina (11) ini, akhirnya memperoleh kabar tentang pembukaan polwan.
Dia pun mengubur dalam-dalam impiannya untuk bekerja langsung sembari kuliah. Meskipun, dia juga takut pada polisi saat itu.
“Saat itu, ada pendaftaran terus mencoba mendaftar online tapi susah satu minggu baru masuk, terus mendapat regristrasi terakhir dari Polres," ujarnya.
Setelah itu, habis ditimbang berat badan dan tinggi badannya, Putri hanya bawa fotokopi Kartu Keluarga, KTP, Ijazah, dan KTP orang tua.
Sementara, persyaratan lain belum dilengkapi. Meski demikian, kala itu, Putri diberi kesempatan untuk melanjutkan sembari melengkapi berkas yang belum dibawanya.
Rumah Ambruk
Saat Registrasi Administrasi (Regmin) awal di minggu pertama, Putri sempat minder, karena bertemu sesama pendaftar ternyata persyaratan mereka sudah lengkap.
Motivasinya pun luntur saat mengetahui masih banyak persyaratan yang belum dilengkapi.
Putri pun hampir mengambil keputusan agar tidak melanjutkan tes menjadi Polwan. Saat itu, dia mengingat pada tanggal 21 April 2014, hujan abu ringan mengguyur wilayah Kabupaten Magelang.
“Tiba-tiba, tanpa angin dan hujan, rumah yang kami tempati selama sekian tahun ambruk. Wah, saat itu sudah hampir tidak melanjutkan. Tetapi, setelah sampai rumah ditelepon oleh kepolisian untuk kembali ke Polres. Saya ditunggu sampai pukul 14.30 untuk serahkan kelengkapan berkas, kalau tidak jadi (mendaftar) harus buat pernyataan di atas materai Rp6.000," tuturnya.
Putri akhirnya memutuskan untuk tetap melanjutkan tes menjadi Polwan. Dia pun akhirnya lolos Regmin dan menjalani pemeriksaan Kesehatan awal di gedung Bayangkara Polda Jateng.
Kala itu, setiap hari Putri menginap di Ambarawa di tempat kos ibunya hingga lolos tes.
Namun, Putri sempat khawatir saat akan menjalani tes renang. Dia mengaku kurang mahir berenang dan sudah lupa dengan gaya-gaya berenang karena sudah sangat jarang dipraktekkan.
Lagi-lagi, ibunya memotivasinya agar dia tetap menjalani tes sampai akhir.
“Anehnya, saya bisa berenang dengan gaya punggung dan banyak teman saya yang tenggelam, “ tutur Putri yang sempat bersaing dengan 14.700 pendaftar.
Akhirnya, dia lolos tes dan diterima menjadi Polwan. Putri benar-benar tidak menyangka jika dirinya bisa lolos. Apalagi, dia tidak ditarik uang sepeserpun untuk lolos tes dan sebagainya.
Padahal, sebelumnya, dia memiliki pandangan jika seseorang yang lolos tes polisi harus memiliki banyak uang.
“Saya akhirnya mengingat benar nasehat orang tua. Saya benar-benar tak menyangka bisa menjadi seorang polisi dan tanpa harus membayar uang untuk bisa lolos,” katanya.
Pandai
Putri pun tergolong sebagai seorang yang pandai, dia sempat meraih nilai 100 di dalam Ujian Nasional (UN) Matematika dan mendapatkan beasiswa dari Pemkab Magelang.
Saat ini, dia bisa membantu untuk kehidupan dan sekolah tiga adiknya, serta bisa membiayai kuliahnya di Universitas Muhammadiyah Magelang (UMM) jurusan Hukum.
Tobi’i, ayah Putri mengaku bangga dengan apa yang diraih putrinya ini. Dia juga berharap agar Putri bisa menjalani profesinya dengan jujur, tanggung jawab dan disiplin.
Bahkan, dia juga tidak menyangka anak buruh batu bata dengan upah Rp 35 hingga 40 ribu per hari itu bisa menjadi aparat.
“Saya hanya doa dan puasa agar anak saya bisa berhasil. Menjunjung derajat orangtuanya dan bisa bekerja dengan tekun,” ujarnya.
Kapolres Magelang, AKBP Zain Dwi Nugroho, menjelaskan, Bripda Putri merupakan salah satu anggota yang mempunyai komitmen dan integritas yang tinggi sehingga bisa dicontoh bagi anggota lain dan masyarakat umum.
Hal ini juga membuktikan bahwa penerimaan anggota polisi juga bersih, transparan dan akuntabel.
“Ini juga merupakan teladan dan inspirasi bagi banyak orang. Menjadi polisi itu bukan karena biaya dan uang banyak. Tapi, semangat dan kapasitas orang itu juga bagus,” katanya.
Kepolisian tengah mencarikan cara supaya Putri bisa tinggal di rumah yang layak huni dan di atas tanahnya sendiri.
Hal ini karena tanah tempat tinggal anggotanya itu, bukan milik sendiri.
sumber : tribun-jogja